KONSEP DAN REALISASI TAWAKKAL
I.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sekarang tidak lepas dari berbagai kesulitan, pekerjaan,
pembelajaran juga dalam aktifitas sehari-hari itu semua tergantung pada seorang
yang mengalaminya. Dalam hal tersebut tawakkal merupakan jalan terbaik untuk
mensukseskan berbagai hal tersebut,
dalam arti menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, atas semua yang dikuasainya,
dan mengharap semua urusan dan usaha
dapat terselesaikan berkat adanya penyerahan diri kepada Allah Swt, karena
dengan tawakkal bisa mencapai tempat yang terhormat, menyenangkan dan
menentramkan. Juga karena tawakkal menjadi media komunikasi bathiniyyah hati
seseorang dengan Allah Swt.
II.
RUMUSAN MASALAH
Dari judul diatas kami akan mengulas tentang berbagai masalah diantaranya
adalah:
1.
Apakah
konsep tawakkal itu?
2.
Bagaimana
realisasi tawakkal itu?
III.
PEMBAHASAN
A.
Konsep Tawakkal
Tawakkal
ialah bergantungnya hati kepada Allah SWT. secara sungguh-sungguh dalam meraih
kemaslahatan dan mencegah kemadharatan, baik yang berhubungan dengan dunia
(duniawi) maupunakhirat (ukhrowi).[1]
Selain itu tawakkal berarti pengandalan hati
kepada Tuhan yang maha pelindung, karena segala sesuatu tidak keluar dari ilmu
dan kekuasaan-Nya. Sedangkan selain Allah tidak dapat membahayakan dan tidak
memberi manfaat.[2]
Begitu juga tawakkal bermaksud mewakilkan semua
urusan. Apabila dikaitkan tawakkal ila Allah berarti menyerahkan semua
urusan kepada Allah Swt, setelah melalui beberapa usaha keras. Tawakkal
merupakan tempat berteduh manusia dalam menjalani semua aktivitas keduniawiaan.
Dengan tawakkal seorang mampu mencapai tempat yang terhormat, menyenangkan dan
menentramkan, karena tawakkal menjadi media komunikasi bathiniyah hati
seseorang dengan Allah Swt, yang paling berhak menjadi tumpuan kepasrahan
hamba-Nya. Tawakkal akan melahirkan kesabaran seseorang dalam menerima suatu
kenyataan yang disertai dengan syukur kepada Allah Swt.[3]
Dari pengertian dan konsep tawakkal diatas, maka
derajat-derajat tawakkal dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1.
Keyakinan
kepada Allah seperti keyakinan kepada wakil yang telah dikenali kebenarannya,
kejujuran, perhatian, petunjuk, dan kasih sayangnya.
2.
Kepadanya
terhadap Allah Swt, seperti keadaan anak kecil terhadap ibunya. Ia tidak
mengenal selain ibunya dan dalam segala urusan hanya mengandalkannya. Ia adalah
pikiran pertama yang terlintas dihatinya. Kedudukan ini menuntut manusia untuk
tidak berdo’a dan tidak memohon kepada selain Allah Swt, karena percaya pada
kemurahann dan kasih sayangnya.
3.
Seperti
pucatnya orang sakit yang bisa terus berlangsung dan terkadang lenyap.[4]
Syeihk Abu Ali Al-Daqqaq berkata “Tawakkal
sifat orang beriman, Taslim sifat para wali, dan meyerahkan segenap
urusan kepada Allah (Tafwidl) adalah sifat ahli tauhid. Tawakkal adalah sifat
kaum awam, taslim adalah sifat manusia-mansia Khawash, dan tafwidh
adalah sifat manusia Khawashul Khawas. Beliau juga berkta “Tawakkal
kepada Allah adalah sifat para nabi” taslim adalah sifat Nabi Ibrahim dan
tafwidh adalah sifat Nabi kita Muhammad SAW.[5]
Allah SWT telah menganjurkan untuk bertawakkal
kepada-Nya dalam Q. S. Ali-Imran ayat, 122-123.
إذ
همّت طائفتان منكم ان تفشلا، والله وليّهما، وعلى الله فليتو كّل الموء منون .
ولقد نصركم الله ببدر وأنتم أذلّة. فااتقواالله لعلكم تشكرون.
Artinya: Ketika dua golongan
dari padamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong
bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang
mukmin bertawakkal. Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar
padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.
Ayat tersebut mengisahkkan perang Uhud dan Badar,
dimana Bani Salamah dari suku Khazraj dan Bani haritsah dari suku Aush,
keduanya dari barisan keum Muslimin. Mereka berperang menghadapi kaum Quraisy
yang masih kafir kepada Allah Swt. Melihat musuhnya begitu banyak dan kuat
(karena kaum Quraisy berjumlah 3000 pasukan dan kaum Muslimin 950 pasukan)[6] dengan disertai dengan
perlengkapan lengkap kaum muslimin hendak mundur perang karena jumlahnya
terlalu sedikit dan alat perangnya juga tidak mencukupi. Namun demikian Allah Swt
telah menjanjikan untuk kemenangan (perang badar) sehingga akhirnya pun perang
badar dimenangkan oleh kaum Muslimin.
B.
Realisasi Tawakkal
Allah
Swt, berfirman dalam Q. S. At-Thalaq, ayat : 2-3 yang berbunyi sebagai berikut.
ومن يتّق الله
يجعل له مخرجاً. ويرزقه من حيث لا يحتسب،
من يتوكّل على الله فهو حسبه.
Artinya : Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Dari
ayat diatas, barang siapa benar-benar telah merealisasikan taqwa dan tawakkal,
maka sudah cukup baginya untuk
memperoleh kemashlahatan dunia dan agamanya (akhiratnya).[7]
Ayat tersebut juga mengajarkan kepada manusia
untuk tetap menyadari dan meyakini bahwa manusia diwajibkan untuk berusaha
dalam meraih apa yang dicita-citakan dengan sekuat tenaga, akan tetapi
ketentuan tetap berada di tangan (kekuasaan) Allah Swt.
Demikian pula siswa dalam belajar walaupun sudah
sungguh-sungguh tidak semua ilmu yang dipelajari pasti diraihnya. Dengan
demikian siswa tidak boleh malas dan sombong menjadi pangkal hilang kemanfaatan
ilmu. Tawakkal bagi siswa menjadi suatu
kewajiban untuk meraih kesuksesan duniawi dan ukhrawi. Tawakkal ini
merupakan aksioma, keyakinan, mendalam
yang harus dimilikinya sehingga siswa tidak merasa beban dalam belajar.[8]
Karena keutamaan orang yang mencari ilmu itu besar sekali seperti dalam bait
berikut:
من في الطريق للتعلم يسلك ☼ فإلى الجنان له طريق سهّلا
وملا
ئك تضع الجناح له ☼
يسعى رضاً بمرا مه متقبّلا
Artinya: Barang
siapa yang berjalan di suatu jalan karena mencari ilmu, maka dimudahkan baginya
jalan menuju surga. Para Malaikat meletakkan sayapnya untuknya, ketika Ia berangkat karena ridlo dengan tujuan yang
diterima.[9]
Selain itu juga dipesankan dalam
ajaran Islam bahwa orang yang berilmu jangan sampai takut dan susah terhadap
masalah duniawiyah, karena hal yang demikian itu dapat mendatangkan musibah dan
mara bahaya. Takut kepada duniawiyah tidak bisa menghasilkan suatu manfaat melainkan akan menjadikan
jauhnya hati kepada Allah Swt.
Dalam konteks kehidupan sekarang,
nilai-nilai tawakkal siswa kepada Allah Swt cukup dirasa menurun. Ini dapat
dimaklumi bahwa model pendidikan sekarang ada yang berbentuk
formal, informal dan non formal. Untuk pendidikan yang berbentuk formal
mengikuti kurikulum pemerintah, tentunya nilai-nilai tawakkal tidak banyak
disentuh atau diajarkan kepada siswa, padahal bentuk pendidikan formal jumlah
siswanya sangat banyak di tanah air ini.
Untuk mengantisipasi lepasnya
nilai-nilai ajaran tawakkal tersebut, pendidikan formal hendaknya integratif
secara seimbang antara kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
telah enjadi trend model pendidikan sekarang. Kompetensi afektif berupa
meningkatkan ,sikap etika, sopan santun, budi pekerti yang positif kepada
siswa, sehingga siswa mampu melaksanakan ajaran Islam dengan baik dan benar.[10]
IV.
KESIMPULAN
-
Tawakkal
merupakan bergantungnya hati kepada Allah Swt. dan menyerahkan segala urusan
kepada Allah Swt, setelah melalui berbagai usaha keras yang nantinya menjadikan
seseorang mampu mencapai tempat yang terhormat.
-
Derajat-derajat
tawakkal meliputi tiga kategori yaitu, keyakinan kepada Allah,
keadaannya terhadap Allah Ta’ala seperti
halnya keadaan anak kecil terhadap ibunya dan seperti halnya orang sakit yang
bisa terus berlangsung dan terkadang lenyap.
-
Realisasi
tawakkal kita tetap meyadari dan meyakini bahwa manusia dianjurkan dan
diwajibkan untuk berusaha untuk meraih apa-apa yang telah dicita-citakan dengan
sekuat tenaga, akan tetapi ketentuan itu tetap berada di gtangan (kekuasaan)
Allah. Begitu juga seorang siswa dianjurkan tawakkal dalam belajar walaupun
sudah sungguh-sungguh tetapi masih saja mendapat kesulitan dalam belajar. Dan
tawakkal tersebut merupakan kewajiban untuk meraih kesuksesan, juga keyakinan
yang mendalam agar siswa tidak merasa
terbebani ketika belajar.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami sampaikan, kami
yakin masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kritik dan
saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk perbaikan makalah selanjutnya,
semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, amiin.
REFERENSI
Ø Al-Ghozali,
Imam, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Pustaka Amani, Jakarta, 1995.
Ø Al-Maliky,
Syeikh Ahmad As-Showi, Asyiyah Al-Allamah As-Showi Ala Tafsiri Al-Jalalaini,
Toha Putra, Semarang, 1998.
Ø An-Naisaburi,
Imam Al-Qraisy, “Risalatul Qusyairiyah” Risalah Gusti Surabaya, 1999.
Ø Faried,
Ahmad, Dr., Menyucikan Jiwa (Konsep Ulama’ Salaf)” Risalah Gusti,
Surabaya, 1997.
Ø Hamid, Abdul
Jalil Jalil, K. H., “Tasawuf Petunjuk Kejalan Kebenaran” Apollo,
Surabaya, 1996.
Ø Hamka “Tasawuf
Modern” Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990.
Ø Thoifuri,
Drs., Pesan-pesan Pendidikan Profetik (Pendekatan Filosofis dan Fungsiona),
Media Ilmu Press, Kudus, 2007.
[1]
Ahmad Faried, Menyucikan Jiwa Konsep Ulama’ Salaf” Risalah Gusti,
Surabaya, 1997, hal. 111.
[2]
Imam Al-Ghozali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin” Pustaka Amani, Jakarta,
1995, hal. 290.
[3]
Thoifuri, Pesan-pesan Pendidikan Profetik (Pendekatan Filosofis dan
Fungsional) Media Ilmu Press, Kudus, 2007, hal. 117.
[4] Imam Al-Ghozali, Op.
Cit. hal. 291.
[5]
Imam Al-Quraisy Al-Naisabury “Risalatul Qusyairiyah (Induk Ilmu tasawuf)”
Risalah Gusti, Surabaya, 1999, hal. 184.
[6]
Ahmad As-Showi Al-Maliky, “Nasyiyah Al-Allamah As-Showi Al-Tafsir
Al-Jalalaini” Toha Putra, Semarang, 1998, jilid I, hal. 176-177.
[7] Ahmad Faried, Op. Cit. hal.
111.
[8]
Thoifuri, Op. Cit. hal. 118-119.
[9]
Abdul Jalil Jalil Hamid, “Tasawuf Petunjuk Kejalan Kebenaran” Apollo,
Surabaya, 1996, hal. 73.
[10] Thoifuri, Loc. Cit. hal.
120-124.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar